Konsep
bimbingan jabatan lahir bersamaan dengan konsep bimbingan di Amerika Serikat
pada awal abad keduapuluh, yang dilatari oleh berbagai kondisi obyektif pada
waktu itu (1850-1900), diantaranya :
(1) keadaan ekonomi;
(2) keadaan sosial, seperti urbanisasi;
(3) kondisi
ideologis, seperti adanya kegelisahan untuk membentuk kembali dan menyebarkan
pemikiran tentang kemampuan seseorang dalam rangka meningkatkan kemampuan diri
dan statusnya; dan
(4) perkembangan
ilmu (scientific), khususnya dalam bidang ilmu psiko-fisik dan
psikologi eksperimantal yang dipelopori oleh Freechner, Helmotz dan Wundt,
psikometrik yang dikembangkan oleh Cattel, Binnet dan yang lainnya Atas desakan
kondisi tersebut, maka muncullah gerakan bimbingan jabatan (vocational
guidance) yang tersebar ke seluruh negara (Crites, 1981 dalam Bahrul
Falah, 1987).
Isitilah vocational
guidance pertama kali dipopulerkan oleh Frank Pearson pada tahun 1908
ketika ia berhasil membentuk suatu lembaga yang bertujuan untuk membantu
anak-anak muda dalam memperoleh pekerjaan.
Pada awalnya
penggunaan istilah vocational guidance lebih merujuk pada usaha
membantu individu dalam memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan, termasuk
didalamnya berupaya mempersiapkan kemampuan yang diperlukan untuk memasuki
suatu pekerjaan. Namun sejak tahun 1951, para ahli mengadakan perubahan
pendekatan dari model okupasional (occupational) ke model karier (career).
Kedua model ini memliki perbedaan yang cukup mendasar, terutama dalam landasan
individu untuk memilih jabatan. Pada model okupasional lebih menekankan pada
kesesuaian antara bakat dengan tuntutan dan persyaratan pekerjaan. Sedangkan
pada model karier, tidak hanya sekedar memberikan penekanan tentang pilihan
pekerjaan, namun mencoba pula menghubungkannya dengan konsep perkembangan dan
tujuan-tujuan yang lebih jauh sehingga nilai-nilai pribadi, konsep diri,
rencana-rencana pribadi dan semacamnya mulai turut dipertimbangkan.
Bimbingan
karier tidak hanya sekedar memberikan respon kepada masalah-masalah yang
muncul, akan tetapi juga membantu memperoleh pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaan.
Penggunaan
istilah karier didalamnya terkandung makna pekerjaan dan sebatan sekaligus
rangkaian kegiatan dalam mencapai tujuan hidup seseorang. Hattari (1983)
menyebutkan bahwa istilah bimbingan karier mengandung konsep yang lebih luas.
Bimbingan jabatan menekankan pada keputusan yang menentukan pekerjaan tertentu
sedangkan bimbingan karier menitikberatkan pada perencanaan kehidupan seseorang
dengan mempertimbangkan keadaan dirinya dengan lingkungannya agar ia memperoleh
pandangan yang lebih luas tentang pengaruh dari segala peranan positif yang
layak dilaksanakannya dalam masyarakat.
Perubahan
isitilah dari bimbingan jabatan (vocational guidance) ke bimbingan
karier mengandung konsekuensi terhadap peran dan tugas konselor dalam
memberikan layanan bimbingan terhadap para siswanya. Peran dan tugas konselor
tidak hanya sekedar membimbing siswa dalam menentukan pilihan-pilihan
kariernya, tetapi dituntut pula untuk membimbing siswa agar dapat memahami diri
dan lingkungannya dalam rangka perencanaan karier dan penetapan karier pada
kehidupan masa mendatang.
Dalam
perkembangannya, sejalan dengan kemajuan dalam bidang teknologi informasi
dewasa ini, bimbingan karier merupakan salah satu bidang bimbingan yang telah
berhasil mempelopori pemanfaatan teknologi informasi, dalam bentuk cyber
counseling.
Sementara itu,
dalam perspektif pendidikan nasional, pentingnya bimbingan karier sudah mulai
dirasakan bersamaan dengan lahirnya gerakan bimbingan dan konseling di Indonesia
pada pertengahan tahun 1950-an, berawal dari kebutuhan penjurusan siswa di SMA
pada waktu itu. Selanjutnya, pada tahun 1984 bersamaan dengan diberlakukannya
Kurikulum 1984, bimbingan karier cukup terasa mendominasi dalam layanan
bimbingan dan penyuluhan dan pada tahun 1994, bersamaan dengan perubahan nama
bimbingan penyuluhan menjadi bimbingan dan konseling dalam Kurikulum 1994,
bimbingan karier ditempatkan sebagai salah bidang bimbingan.
Sampai dengan
sekarang ini bimbingan karier tetap masih merupakan salah satu bidang
bimbingan. Dalam konsteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, dengan
diintegrasikannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education)
dalam kurikulum sekolah, maka peranan bimbingan karier sungguh menjadi amat
penting, khususnya dalam upaya membantu siswa dalam memperoleh kecakapan
vokasional (vocational skill), yang merupakan salah jenis kecakapan
dalam Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education).
Terkait dengan
penjabaran kompetensi dan materi layanan bimbingan dan konseling di SMTA,
bidang bimbingan karier diarahkan untuk :
●
Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang
hendak dikembangkan.
●
Pemantapan orientasi dan informasi karier pada umumnya dan karier yang
hendak dikembangkan pada khususnya.
●
Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
●
Pengenalan berbagai lapangan kerja yang dapat dimasuki tamatan SMTA.
●
Orientasi dan informasi terhadap pendidikan tambahan dan pendidikan yang
lebih tinggi, khususnya sesuai dengan karier yang hendak dikembangkan.
●
Khusus untuk Sekolah Menengah Kejuruan; pelatihan diri untuk
keterampilan kejuruan khusus pada lembaga kerja (instansi, perusahaan,
industri) sesuai dengan program kurikulum sekolah menengah kejuruan yang
bersangkutan. (Muslihudin, dkk, 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar