Senin, 28 Mei 2012

Teknik Umum KonselingII


A. Memimpin (leading)
Yaitu teknik untuk mengarahkan pembicaraan dalam wawancara konseling sehingga tujuan konseling .
Contoh dialog :
Klien :” Saya mungkin berfikir juga tentang masalah hubungan dengan pacar. Tapi bagaimana ya?”
Konselor : ” Sampai ini kepedulian Anda tertuju kuliah kuliah sambil bekerja. Mungkin Anda tinggal merinci kepedulian itu. Mengenai pacaran apakah termasuk dalam kerangka kepedulian Anda juga ?”

B. Fokus
Yaitu teknik untuk membantu klien memusatkan perhatian pada pokok pembicaraan. Pada umumnya dalam wawancara konseling, klien akan mengungkapkan sejumlah permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, konselor seyogyanya dapat membantu klien agar dia dapat menentukan apa yang fokus masalah. Misalnya dengan mengatakan :
” Apakah tidak sebaiknya jika pokok pembicaraan kita berkisar dulu soal hubungan Anda dengan orang tua yang kurang harmonis ”.
Ada beberapa yang dapat dilakukan, diantaranya :
Fokus pada diri klien. Contoh : ” Tanti, Anda tidak yakin apa yang akan Anda lakukan”.
Fokus pada orang lain. Contoh : ” Roni, telah membuat kamu menderita, Terangkanlah tentang dia dan apa yang telah dilakukannya ?”
Fokus pada topik. Contoh : ” Pengguguran kandungan ? Kamu memikirkan aborsi ? Pikirkanlah masak-masak dengan berbagai pertimbangan”.
Fokus mengenai budaya. Contoh: ” Mungkin budaya menyerah dan mengalah pada laki-laki harus diatas sendiri oleh kaum wanita. Wanita tak boleh menjadi obyek laki-laki.”

C. Konfrontasi
Yaitu teknik yang menantang klien untuk melihat adanya inkonsistensi antara perkataan dengan perbuatan atau bahasa badan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan, dan sebagainya.
Tujuannya adalah :
(1) mendorong klien mengadakan penelitian diri secara jujur;
(2) meningkatkan potensi klien;
(3)  membawa klien kepada kesadaran adanya diskrepansi; konflik, atau kontradiksi    dalam dirinya.
Penggunaan teknik ini hendaknya dilakukan secara hati-hati, yaitu dengan :
(1) memberi komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan cara dan waktu yang tepat;
(2) tidak menilai apalagi menyalahkan;
(3) dilakukan dengan perilaku attending dan empati.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya baik-baik saja”.(suara rendah, wajah murung, posisi tubuh gelisah).”
Konselor :” Anda mengatakan baik-baik saja, tapi kelihatannya ada yang tidak beres”.
”Saya melihat ada perbedaan antara ucapan dengan kenyataan diri ”.

D. Menjernihkan (Clarifying)
Yaitu teknik untuk menjernihkan ucapan-ucapan klien yang samar-samar, kurang jelas dan agak meragukan.
Tujuannya adalah :
(1) mengundang klien untuk menyatakan pesannya dengan jelas, ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis,
(2) agar klien menjelaskan, mengulang dan mengilustrasikan perasaannya.
Contoh dialog :
Klien : ” Perubahan yang terjadi di keluarga saya membuat saya bingung. Saya tidak mengerti siapa yang menjadi pemimpin di rumah itu.”
Konselor : ”Bisakah Anda menjelaskan persoalan pokoknya ? Misalnya peran ayah, ibu, atau saudara-saudara Anda.”

E. Memudahkan (facilitating)
Yaitu teknik untuk membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas. Contoh :
” Saya yakin Anda akan berbicara apa adanya, karena saya akan mendengarkan dengan sebaik-baiknya.”

F. Diam
Teknik diam dilakukan dengan cara attending, paling lama 5 – 10 detik, komunikasi yang terjadi dalam bentuk perilaku non verbal.
Tujuannya adalah :
(1) menanti klien sedang berfikir;
(2) sevagai protes jika klien ngomong berbelit-belit;
(3) menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien babas bicara.
Contoh dialog :
Klien :”Saya tidak senang dengan perilaku guru itu”
Konselor :”…………..” (diam)
Klien :” Saya..harus bagaimana.., Saya.. tidak tahu..
Konselor :”…………..” (diam)

G. Mengambil Inisiatif
Teknik ini dilakukan manakala klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam, dan kurang parisipatif. Konselor mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi.
Teknik ini bertujuan :
(1) mengambil inisiatif jika klien kurang semangat;
(2) jika klien lambat berfikir untuk mengambil keputusan;
(3) jika klien kehilangan arah pembicaraan.
Contoh:
” Baiklah, saya pikir Anda mempunyai satu keputusan namun masih belum keluar. Coba Anda renungkan kembali”.

G. Memberi Nasehat
Pemberian nasehat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya apakah pantas untuk memberi nasehat atau tidak. Sebab dalam memberi nasehat tetap dijaga agar tujuan konseling yakni kemandirian klien harus tetap tercapai.
Contoh respons konselor terhadap permintaan klien : ” Apakah hal seperti ini pantas saya untuk memberi nasehat Anda ? Sebab, dalam hal seperti ini saya yakin Anda lebih mengetahuinya dari pada saya.”

H. Pemberian informasi
Sama halnya dengan nasehat, jika konselor tidak memiliki informasi sebaiknya dengan jujur katakan bahwa dia mengetahui hal itu. Kalau pun konselor mengetahuinya, sebaiknya tetap diupayakan agar klien mengusahakannya.
Contoh :
” Mengenai berapa biaya masuk ke Universitas Pendidikan Indonesia, saya sarankan Anda bisa langsung bertanya ke pihak UPI atau Anda berkunjung ke situs www.upi.com di internet”.

I. Merencanakan
Teknik ini digunakan menjelang akhir sesi konseling untuk membantu agar klien dapat membuat rencana tindakan (action), perbuatan yang produktif untuk kemajuan klien.
Contoh :
” Nah, apakah tidak lebih baik jika Anda mulai menyusun rencana yang baik berpedoman hasil pembicaraan kita sejak tadi ”

J. Menyimpulkan
Teknik ini digunakan untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang menyangkut : (1) bagaimana keadaan perasaan klien saat ini, terutama mengenai kecemasan;
(2) memantapkan rencana klien;
(3) pemahaman baru klien; dan
(4) pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikutnya, jika dipandang masih perlu dilakukan konseling lanjutan.

Teknik Umum Konseling

Teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapan-tahapan konseling dan merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum,  diantaranya :

A. Perilaku Attending
Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat :
  1. Meningkatkan harga diri klien.
  2. Menciptakan suasana yang aman
3.   Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.

Contoh perilaku attending yang baik :
Kepala : melakukan anggukan jika setuju
Ekspresi wajah : tenang, ceria, senyum
Posisi tubuh : agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.
Tangan : variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan.
Mendengarkan : aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.

Contoh perilaku attending yang tidak baik :
  Kepala : kaku
Muka : kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot.
Posisi tubuh : tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.
Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berfikir dan berbicara.
  Perhatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.

B. Empati
Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.
            Terdapat dua macam empati, yaitu :
1. Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.Contoh ungkapan empati primer :” Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”. ” Saya dapat memahami pikiran Anda”.” Saya mengerti keinginan Anda”.
2. Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya.
Contoh ungkapan empati tingkat tinggi : Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda itu”.

C. Refleksi
Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu :
1. Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan adalah ….”
2. Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan…”
3. Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan suatu…”

D. Eksplorasi
Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu :
1. Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang tersimpan. Contoh :” Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan ….”
2. Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien. Contoh : ” Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah sambil bekerja”.
3. Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman klien. Contoh :” Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui Namun saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda”

E. Menangkap Pesan (Paraphrasing)
Menangkap Pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan mengamati respons klien terhadap konselor.
Tujuan paraphrasing adalah :
(1) untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien;
(2) mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan ;
(3) memberi arah wawancara konseling; dan
(4) pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
Contoh dialog :
Klien : ” Itu suatu pekerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak mengambilnya. Saya tidak tahu mengapa demikian ? ”
Konselor : ” Tampaknya Anda masih ragu.”

F. Pertanyaan Terbuka (Opened Question)
Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakan kata tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.
Contoh : ” Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan ? ”

G. Pertanyaan Tertutup (Closed Question)
Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya atau Tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk : (1) mengumpulkan informasi; (2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.
Contoh dialog :
Klien : ”Saya berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti belajar kelompok yang selama ini belum pernah saya lakukan”.
Konselor: ”Biasanya Anda menempati peringkat berapa ? ”.
Klien : ” Empat ”
Konselor: ” Sekarang berapa ? ”
Klien : ” Sebelas ”

H. Dorongan minimal (Minimal Encouragement)
Dorongan minimal adalah teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan ungkapan : oh…, ya…., lalu…, terus….dan…
Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya putus asa… dan saya nyaris… ” (klien menghentikan pembicaraan)
Konselor: ” ya…”
Klien : ” nekad bunuh diri”
Konselor: ” lalu…”

I. Interpretasi
Yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya pikir dengan berhenti sekolah dan memusatkan perhatian membantu orang tua merupakan bakti saya pada keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat membutuhkan biaya.”
Konselor : ” Pendidikan tingkat SMA pada masa sekarang adalah mutlak bagi semua warga negara. Terutama hidup di kota besar seperti Anda. Karena tantangan masa depan makin banyak, maka dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas. Membantu orang tua memang harus, namun mungkin disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong akan meninggalkan SMA”.

J. Mengarahkan (Directing)
Yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.
Klien : ” Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tak dapat lagi menahan diri.
Akhirnya terjadi pertengkaran sengit.”
Konselor : ” Bisakah Anda mencobakan di depan saya, bagaimana sikap dan kata-kata ayah Anda jika memarahi Anda.”

K. Menyimpulkan Sementara (Summarizing)
Yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk :
(1) memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan;
(2) menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap;
(3) meningkatkan kualitas diskusi;
(4) mempertajam fokus pada wawancara konseling.
Contoh :
” Setelah kita berdiskusi beberapa waktu alangkah baiknya jika simpulkan dulu agar semakin jelas hasil pembicaraan kita. Dari materi materi pembicaraan yang kita diskusikan, kita sudah sampai pada dua hal: pertama, tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah makin jelas; kedua, namun masih ada hambatan yang akan hadapi, yaitu : sikap orang tua Anda yang menginginkan Anda segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana tuntutan dari perusahaan yang akan Anda masuki.”

Teknik Khusus Konseling

Dalam konseling, di samping menggunakan teknik-teknik umum, dalam hal-hal tertentu dapat menggunakan teknik-teknik khusus. Teknik-teknik khusus ini dikembangkan dari berbagai pendekatan konseling, seperti pendekatan Behaviorisme, Rational Emotive Theraphy, Gestalt dan sebagainya
Di bawah disampaikan beberapa teknik-teknik khusus konseling, yaitu :
1. Latihan Asertif
Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.

2. Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan perilaku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakekatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.

3. Pengkondisian Aversi
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.

4. Pembentukan Perilaku Model
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk Perilaku baru pada klien, dan memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang perilaku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis perilaku yang hendak dicontoh. Perilaku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.

5. Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya :
●  Kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak.
●  Kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh.
●  Kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”.
●  Kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung.
●  Kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah.
Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.

6. Latihan Saya Bertanggung Jawab
Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.
Misalnya :
“Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”
“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab atas ketidaktahuan itu”.
“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.

7. Bermain Proyeksi
Proyeksi yaitu memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain. Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.

8. Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan perilaku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.
Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu yang berlebihan.

9. Bertahan dengan Perasaan
Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingkah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

10. Home work assigments,
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.

11. Adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.

12. Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.

13. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.


Tips Advokasi Bimbingan dan Konseling

 Pekerjaan bimbingan dan konseling kerapkali dipandang sebelah mata oleh orang-orang yang justru memiliki kepentingan dengan bimbingan dan konseling itu sendiri, Misalnya, oleh siswa, guru mata pelajaran, kepala sekolah, para pemegang kebijakan lainnya atau masyarakat. Tidak sedikit mereka yang beranggapan bahwa konselor atau guru BK di sekolah hanya makan gaji buta, tidak jelas kerjanya, atau hanya dianggap sebagai pekerjaan embel-embel saja.
Ungkapan-ungkapan miring semacam itu bisa ditepis jika saja konselor atau guru BK yang bersangkutan dapat menunjukkan kinerjanya sekaligus mampu melakukan advokasi di hadapan mitra-mitra kerjanya di sekolah.
Di bawah ini beberapa tips untuk melakukan advokasi sekaligus untuk meyakinkan berbagai pihak yang berkepentingan dengan bimbingan dan konseling di sekolah.
☻ Pada saat sedang mengikuti rapat, Anda minta waktu untuk berbicara dan pembicaraan Anda difokuskan pada hasil-hasil siswa bukan memaparkan apa yang telah dilakukan konselor. Yang dimaksud dengan hasil-hasil siswa adalah berbagai kemajuan yang dicapai siswa melalui intervensi bimbingan dan konseling, baik dalam bidang akademik, sosio-personal, maupun bidang karier.
☻  Dukung pembicaraan Anda dengan data-data, karena data akan lebih berbunyi keras dari pada kata-kata (data speak louder than words), gunakan chart atau grafik untuk menggambarkan hasil-hasil siswa tersebut.
☻  Untuk lebih meyakinkan bisa saja Anda memanfaatkan siswa untuk berbicara dalam forum mewakili kepentingan Bimbingan dan Konseling atau konselor, dengan menceritakan kisah sukses (success story) mereka atas bantuan layanan bimbingan dan konseling yang telah diterimanya.
☻  Program bimbingan dan konseling pada dasarnya merupakan investasi siswa di sekolah tersebut, oleh karena itu konselor dituntut dapat menunjukkan pengembalian investasi tersebut dalam bentuk hasil-hasil siswa tersebut
☻  Bertindak layaknya seorang ”politisi” yang aktif melakukan berbagai lobby dan berkomunikasi dengan seluruh mitra kerja yang ada sehingga kepentingan bimbingan dan konseling dapat terwakili dalam setiap keputusan atau kebijakan di sekolah.
☻  Ciptakan akuntabilitas kerja melalui laporan hasil bimbingan dan konseling, baik laporan harian, bulanan, atau tahunan.



Tujuan Bimbingan dan Konseling


Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat:
(1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan datang;
(2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya;
(4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk:
(1) mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkem-bangannya,
(2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya,
(3) mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut,
(4) memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri
(5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat,
(6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan
(7) mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.

Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.

1. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli adalah:
● Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
● Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
● Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
● Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
● Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
● Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat
● Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.
● Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
● Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
● Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.

2. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah:
● Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
● Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
● Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
● Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.
● Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.
● Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.

3. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah :
● Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.
● Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi karir.
● Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.
● Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan.
● Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
● Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.
● Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila seorang konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut.
● Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki. Oleh karena itu, maka setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya, dalam bidang pekerjaan apa dia mampu, dan apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut.
● Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.

Sarana dan Prasarana Layanan Bimbingan Konseling

    Sarana dan prasarana yang diperlukan disesuaikan dengan kondisi setempat, namun untuk keperluan ini perlu diprogramkan sebelum tahun pelajaran baru, agar pelayanan bimbingan dapat berjalan lancar. Dalam hal memprogramkan pengadaan sarana dan prasarana yang diperlukan antara lain sebagai berikut.

  Sarana yang diperlukan untuk menunjang layanan bimbingan adalah :
1.  Alat-alat pengumpul data : tes, non-tes, angket atau kuesioner, daftar isian sosiometri dan perlengkapan lain yang berkaitan dengan non-testing.
2.     Alat-alat penyimpan data : kartu-kartu, buku pribadi dan map-map.
3.    Sarana teknis pelaksanaan layanan bimbingan : blanko-blanko surat, kartu konsultasi, kartu kasus, blanko konferensi kasus, buku-buku paket, dan format surat.
4.   Sarana tata laksana bimbingan : alat tulis menulis, blanko surat, agenda surat, ekspedisi, arsip surat-surat dan laporan.

rasarana yang diperlukan untuk menunjang layanan bimbingan adalah :
1.      Ruang bimbingan
     Dalam perspektif pendidikan nasional, bimbingan dan konseling merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari sistem pendidikan di sekolah, yang bertujuan untuk membantu para siswa agar dapat mengembangkan dirinya secara optimal dan memperoleh kemandirian. Agar pelayanan bimbingan dan konseling dapat berjalan efektif dan efisien maka perlu ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai. Salah satu sarana penting yang dapat menunjang terhadap efektivitas dan efisiensi layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah adalah ketersediaan ruang Bimbingan dan Konseling yang representatif, dalam arti dapat menampung segenap aktivitas pelayanan. Bimbingan dan Konseling. Dalam hal ini, ABKIN (2007) telah merekomendasikan ruang Bimbingan dan Konseling di sekolah yang dianggap standar, dengan kriteria sebagai berikut:
  1. Letak lokasi ruang Bimbingan dan Konseling mudah diakses (strategis) oleh konseli tetapi tidak terlalu terbuka sehingga prinsip-prinsip konfidensial tetap terjaga.
  2. Jumlah ruang bimbingan dan konseling disesuaikan dengan kebutuhan jenis layanan dan jumlah ruangan
  3. Antar ruangan sebaiknya tidak tembus pandang
  4. Jenis ruangan yang diperlukan meliputi: (a) ruang kerja; (b) ruang administrasi/data; (c) ruang konseling individual; (d) ruang bimbingan dan konseling kelompok; (e) ruang biblio terapi; (f) ruang relaksasi/desensitisasi; dan (g) ruang tamu.
Sementara itu, BNSP (2006) memberikan gambaran yang berbeda tentang standar sarana yang terkait dengan ruang Bimbingan dan Konseling di sekolah, sebagai berikut :
  1. Ruang konseling berfungsi sebagai tempat peserta didik mendapatkan layanan konseling dari konselor berkaitan dengan pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir.
  2. Luas minimum ruang konseling 9 m2.
  3. Ruang konseling dapat memberikan kenyamanan suasana dan menjamin privasi peserta didik.
  4. Ruang konseling dilengkapi perlengkapan yang mendukung

2.  Perlengkapan ruang bimbingan
      Setelah tersedianya ruang bimbingan yang cukup, kita perlu melengkapinya dengan berbagai perlengkapan diantaranya :
a. Rak buku
b. Filling cabinet
c. Almari
d. Meja dan kursi
e. Kursi tunggu
f. Meja dan kursi kerja
g. Seperangkat meja dan kursi tamu
h. Kotak masalah
i. Almari kaca
j. Almari berkotak (lockers)
k. Papan media bimbingan
l. Papan statistik
m. Papan jadwal kegiatan bimbingan
n. Papan jadwal program bimbingan
o. Papan pengumuman
p. Tempat sampah
q. Perlengkapan lainnya.

Proses Layanan Konseling Individual

Dari beberapa jenis layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada peserta didik, tampaknya untuk layanan konseling perorangan perlu mendapat perhatian lebih. Karena layanan yang satu ini boleh dikatakan merupakan ciri khas dari layanan bimbingan dan konseling, yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus
Dalam prakteknya, memang strategi layanan bimbingan dan konseling harus terlebih dahulu mengedepankan layanan-layanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, namun tetap saja layanan yang bersifat pengentasan pun masih diperlukan. Oleh karena itu, guru maupun konselor seyogyanya dapat menguasai proses dan berbagai teknik konseling, sehingga bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka pengentasan masalahnya dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu:
(1) tahap awal (tahap mendefinisikan masalah);
(2) tahap inti (tahap kerja); dan
(3) tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan).

A. Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :
  Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.
◘ Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien.
◘ Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai bagi antisipasi masalah.
  Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi : (1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.

B. Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja.
Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya :
◘ Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.
  Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien.
   Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.

Hal ini bisa terjadi jika :
● Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
● Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap klien.
● Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.

C. Akhir (Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
  Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
  Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
  Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
  Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ;
(1) menurunnya kecemasan klien;
(2) perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis;
(3) pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya; dan
(4) adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.